BATAM - Industri galangan kapal di Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas Batam masih lesu, belum ada perubahan berarti sejak kedatangan Presiden Joko Widodo, akhir Juni 2015.
"Kondisi kami masih sama, belum ada kenaikan, meskipun Presiden sudah datang," kata Sekretaris Batam Shipyard & Offshore Association (BSOA) Novi Hasni Purwanti di Batam, Minggu (18/10/2015).
Dalam kunjungannya ke Batam, Presiden terpukau dengan industri galangan kapal di kawasan itu. Presiden lalu memerintahkan Kementerian Perhubungan, TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta BUMN untuk memesan kapal produksi dalam negeri sebagai bentuk dukungan pada industri itu, terutama di Batam.
Novi menyatakan pemerintah dan BUMN memang membuka kesempatan luas bagi industri galangan kapal di Batam untuk mengikuti lelang pengadaan kapal. Namun, hingga saat ini belum ada yang disepakati.
"Karena kalau kapal-kapal pemerintah musti tender. Kami mengajukan, lalu diverifikasi, dan tender," kata dia.
Proses itu relatif lama dibandingkan pemesanan kapal yang biasa dilakukan oleh perusahaan luar negeri.
"Mudah kalau ikuti prosedurnya, hanya membawa berkas, diverifikasi di Jakarta kemudian tim pejabat pembuat komitmen datang. Tapi belum ada yang jadi. Kami belum tahu policy-nya seperti apa," kata dia.
Sementara itu, Kepala Kantor Bank Indonesia Kepri Gusti Raizal Eka Putra menyatakan sejak lima tahun terakhir, kontribusi kapal dan konstruksi terapung terhadap total ekspor Kepri cenderung menurun.
Menurut dia, penurunan itu terpengaruh oleh krisis di Timur Tengah dan penurunan pesanan kapal pengangkut hasil tambang setelah UU Minerba diberlakukan.
Kepri merupakan pusat industri perkapalan di Indonesia, dengan 110 perusahaan galangan kapal yang beroperasi di provinsi itu. Lebih dari setengah dari total perusahaan galangan kapal di Indonesia yang berjumlah 198 perusahaan.
sumber